IPHI 1987 JABAR

KUHP Baru: Beban dan Kesiapan APH?

Hukumonline Newsroom


Ketidaksiapan APH dalam menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana akan memunculkan berbagai masalah serius. KUHAP baru juga harus mampu menghadirkan semangat baru dalam sistem peradilan pidana yang lebih humanis, transparan, dan berkeadilan. Ini penting agar hukum acara pidana tidak lagi menjadi alat represif, tapi instrumen yang menjamin perlindungan HAM bagi semua pihak yang terlibat.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disusun oleh Pemerintah dan DPR untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht alias KUHP warisan kolonial Belanda akan berlaku pada 2 januari 2026 mendatang. Pertanyaan yang terus bergulir menuju berlakunya KUHP baru ini adalah kesiapan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana. Pasalnya, terdapat perubahan sekaligus pembaharuan substantif yang cukup signifikan dalam KUHP baru tersebut dan menuntut APH untuk memahaminya agar proses penanganan perkara pidana tidak lagi berdasarkan paradigma KUHP warisan kolonial belanda.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, terdapat setidaknya 16 perubahan dan/atau pembaharuan pasal dalam KUHP baru. Beberapa perubahan sekaligus pembaharuan substantif dalam KUHP baru tersebut diantaranya adalah mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law); pengaturan pidana kerja sosial; perubahan formulasi pengaturan penghinaan terhadap presiden; pengaturan tindak pidana terhadap proses peradilan; pengaturan tindak pidana terhadap penyelenggaraan rapat lembaga legislatif dan badan pemerintah; dan beberapa perubahan sekaligus pembaharuan substantif lain. Bahkan lebih dari itu, sifat hukum pidana dalam KUHP baru ini juga mengalami perubahan dari yang semula hukum pidana bersifat retributif atau pembalasan menjadi hukum pidana yang bersifat restoratif dan rehabilitatif.

Pertanyaan mengenai kompatibilitas APH dalam menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana ini sejatinya telah disadari sejak awal KUHP baru disusun oleh Pemerintah. Hal ini diakui secara langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2019-2024 yang mengatakan bahwa diberlakukannya masa transisi KUHP baru selama 3 tahun tidak lain agar implementasi KUHP tepat dan tidak terjadi salah tafsir dari APH, utamanya jaksa, hakim, dan polisi. 

Baca Juga  UU 1/2025 Hadirkan Transformasi Strategis Struktur Kepemilikan dan Tata Kelola BUMN

Dengan demikian, ketidaksiapan APH dalam menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana akan memunculkan berbagai masalah serius dalam hukum pidana. Salah satu masalah serius dalam konteks hukum pidana apabila APH tidak siap dalam menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana adalah maraknya kriminalisasi terhadap warga negara yang melakukan demonstrasi terhadap Presiden, baik demonstrasi secara langsung maupun demonstrasi melalui ruang digital. Seperti diformulasikan dalam Pasal 218 KUHP bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat Presiden atau Wakil Presiden di muka umum dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Seringkali, masalah yang timbul dalam formulasi pasal tersebut bukanlah pada pemahaman publik yang tidak mampu membedakan kritik dan penghinaan, tetapi problemnya di APH.

Kebutuhan Peraturan Pemerintah

Upaya mewujudkan APH yang siap dalam menyongsong KUHP baru sebagai pedoman dalam menangani kasus pidana, tentu diperlukan langkah-langkah hukum yang mampu menopang upaya tersebut. Salah satu langkah hukum yang dapat ditempuh oleh Pemerintah dalam mewujudkan upaya tersebut adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari KUHP baru.

Gagasan pentingnya langkah pemerintah untuk menerbitkan PP sebagai pelaksana dari KUHP baru ini sejatinya bukanlah gagasan baru, melainkan gagasan yang sudah cukup lama bergulir. Eksistensi PP ini paling tidak dimaksudkan untuk memastikan bahwa KUHP baru dapat diterapkan secara efektif dan efisien di lapangan, sehingga banyaknya substansi yang berubah dalam KUHP baru dapat dengan mudah dipedomani oleh para APH.

Terdapat setidaknya 4 PP yang dimandatkan oleh KUHP baru yaitu: (1) PP tentang tata cara dan kriteria hukum yang hidup di masyarakat sebagaimana diatur Pasal 2 KUHP; (2) PP tentang tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 tahun sebagaimana diatur Pasal 69; (3) PP tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan sebagaimana diatur Pasal 76; dan (4) PP tentang pelaksanaan pidana bagi orang dan korporasi. Lazimnya, PP ini diterbitkan 2 tahun sejak KUHP baru diundangkan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 621 KUHP baru tersebut.

Baca Juga  Resmi Dibentuk! Danantara Siap Gelontorkan Investasi 20 Proyek Strategis



Source link

//
Tim Dukungan IPHI 1987 JABAR siap menjawab pertanyaan anda
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?