IPHI 1987 JABAR

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup


Kondisi normatif tersebut memberi gambaran bahwa sistem pemilu selama ini bersifat mendua (ambigu), karena sistem proporsional terbuka hanya diwujudkan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan tahapan lain seperti pencalonan, penentuan calon terpilih dan pasca menjadi anggota DPR atau DPRD, penerapan sistem proporsional tertutup lebih dominan. Pilihan sistem pemilu proporsional tertutup pun bukan tanpa catatan.

Percakapan tentang kepemiluan selalu menarik perhatian. Tanpa mengenyampingkan isu kepemiluan lain, perdebatan ihwal sistem pemilihan umum (pemilu) anggota DPR dan DPRD (yaitu proporsional terbuka atau tertutup), kian urgen menyita perhatian pasca perhelatan Pemilu 2024 lalu. Pemicunya yaitu pengaturan dan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka dalam beberapa pemilu pasca orde baru masih dijalankan “setengah hati”, khususnya dalam penentuan calon terpilih pada masing-masing daerah pemilihan oleh partai politik peserta pemilu.

Beberapa peristiwa berikut menguatkan indikasi pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka bersifat “setengah hati”, baik sejak pencalonan maupun pasca pemungutan dan perhitungan suara Pemilu 2024. Pertama, dominasi dan subyektivitas pimpinan partai politik saat menominasikan bakal calon anggota DPR dan DPRD menjadi daftar calon sementara dan tetap. Kedua, beberapa anggota DPRD terpilih tingkat kabupaten/kota di provinsi tertentu, meski meraih suara terbanyak pada daerah pemilihan, harus menerima kenyataan diganti dengan calon lainnya sebagai konsekuensi adanya ketentuan internal partai politik. Ketiga, adanya dorongan kepada calon terpilih anggota DPR dan DPRD terpilih pada daerah pemilihan tertentu untuk mengundurkan diri agar diganti oleh calon anggota DPR yang merupakan pengurus elit partai politik tingkat pusat atau alasan lain. Keempat, kendala yuridis berupa kesulitan memperoleh persetujuan dari Pimpinan Parpol tingkat pusat, manakala calon anggota DPR atau DPRD dari partai politik dan daerah pemilihan yang sama hendak mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga  Eksistensi Putusan Serta Merta dalam Perkara Gugatan Sederhana

Penerapan sistem pemilu proporsional terbuka “setengah hati” boleh jadi memperoleh momentum perbaikan ketika DPR periode 2024–2029 melalui Komisi II mengagendakan dan menggulirkan gagasan kodifikasi UU bidang politik, salah satunya UU Pemilu. Gagasan kodifikasi ini, selain didorong pertimbangan perbaikan sistem kepartaian, sistem kepemiluan, dan sistem lembaga perwakilan, juga sebagai tindak lanjut beberapa putusan MK terkait inkonstitusional kaidah presidential threshold, penurunan ambang batas partai politik dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta penyelenggaraan pilkada pada umumnya.

Alasan Sistem Proporsional Terbuka

Sesungguhnya inisiasi pergantian sistem pemilu proporsional tertutup ke proporsional terbuka sejak Pemilu 1999, hingga penerapan secara normatif mulai Pemilu 2004 hingga saat ini. Sistem pemilu proporsional terbuka ini dianut dengan pertimbangan. Pertama, sebagai bentuk “perlawanan” terhadap praktik politik yang oligarkhis selama orde baru, dimana hegemoni negara melalui partai politik sangat besar. Kedua, mengakomodasi pandangan dan harapan publik agar pengajuan calon oleh partai politik bersifat demokratis atau tidak elitis. Ketiga, calon terpilih justru lebih bertanggung jawab kepada partai politik ketimbang pemilih di daerah pemilihan. Keempat, minimnya kenyamanan anggota DPR atau DPRD karena selalu dibayangi recall oleh pimpinan partai politik manakala bersuara “vokal” terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

Beranjak dari pertimbangan tersebut, sejak Pemilu 2004 kita menganut sistem pemilu proporsional terbuka, diantaranya ditandai dengan adanya keleluasaan pemilih untuk memilih partai politik dan nama calon anggota DPR dan DPRD yang diajukan partai politik peserta pemilu. Namun, jika ditilik lebih mendalam, sistem pemilu proporsional terbuka tidak dianut dan diterapkan secara utuh atau dapat dikatakan “setengah hati”, karena peran pimpinan partai politik cukup dominan, baik sejak perekrutan bakal calon, penentuan daftar calon sementara, penetapan daftar calon tetap, melakukan pergantian calon terpilih, dan penentu rekomendasi/izin bagi calon yang ingin mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu. Ruang dan peran pemilih hanya terjadi saat pemungutan suara dengan memilih partai politik dan calon anggota DPR dan DPRD.

Baca Juga  Sistem Hukum Tak Jamin Keadilan, Negara Gagal

Menuju Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Sesuai Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945 maupun ditegaskan dalam Pasal 172 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik. Pemberian peran kepada partai politik dengan pertimbangan bahwa partai politik telah melewati seleksi yang ketat, baik sebagai partai politik maupun partai politik peserta pemilu. Selain itu, salah satu fungsi partai politik yaitu melakukan seleksi dan rekrutmen pejabat politik, yang implementasi tampak ketika bakal calon anggota DPR dan anggota DPRD direkrut dan diseleksi oleh partai politik peserta pemilu, sampai pada penentuan daftar calon tetap. Implikasinya, ketika terjadi perselisihan pasca penyelenggaraan pemilu, baik secara internal maupun eksternal partai politik, kedudukan hukum (legal standing) ada pada partai politik peserta pemilu selaku pengusung calon.

Kondisi normatif tersebut memberi gambaran bahwa sistem pemilu selama ini bersifat mendua (ambigu), karena sistem proporsional terbuka hanya diwujudkan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan pada tahapan lain seperti pencalonan, penentuan calon terpilih dan pasca menjadi anggota DPR atau DPRD, penerapan sistem proporsional tertutup lebih dominan. Oleh karenanya, dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945, yang menegaskan bahwa partai politik adalah peserta pemilu untuk pemilu anggota DPR dan DPRD, maka lebih konsisten dan elok jika penyelenggaraan pemilu anggota DPR dan DPRD menganut dan menegaskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup. 



Source link

//
Tim Dukungan IPHI 1987 JABAR siap menjawab pertanyaan anda
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?