Memberikan kejelasan hukum dan sistem pengelolaan royalti yang lebih transparan dan akuntabel.
Pembayaran royalti pemutaran lagu di ruang publik ramai disorot berbagai kalangan. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta Kementerian Hukum (Kemenkum) segera merumuskan regulasi teknis yang memudahkan pelaku usaha sekaligus melindungi hak-hak ekonomi pencipta lagu.
“DPR juga mencermati dunia permusikan yang beberapa saat ini ada dinamika, dan kami sudah minta Kementerian Hukum yang kemudian juga membawahi LMK-LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) untuk juga kemudian membuat aturan yang tidak menyulitkan,” katanya kepada awak media, Senin (4/8/2025) lalu.
Dasco mengingatkan Komisi X DPR masih memproses revisi UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sambil menunggu revisi tuntas, pemerintah perlu menciptakan regulasi teknis yang memberi keadilan bagi pelaku usaha dan pencipta lagu.
“Revisi ini diharapkan mampu memberikan kejelasan hukum dan sistem pengelolaan royalti yang lebih transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Baca juga:
Kalangan pelaku usaha seperti pemilik cafe, restoran dan hotel merasa keberatan atas kewajiban pembayaran royalti terhadap lagu yang diputar di tempat usahanya. Beragam keluhan antara lain prosedur penarikan royalti dirasa tidak transparan dan terlalu membebani, apalagi di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Mengutip data Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dasco menyebut tahun 2023 total pendapatan royalti mencapai lebih dari Rp150 miliar, tapi distribusinya ke pencipta lagu menjadi sorotan. Saat ini, ada 10 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang beroperasi di Indonesia dengan tugas menarik dan mendistribusikan royalti dari berbagai jenis penggunaan lagu.