IPHI 1987 JABAR

Mengenali Karakteristik Kontrak Publik di Indonesia


Kontrak publik (public contracts) merupakan kontrak yang melibatkan badan publik sebagai salah satu kontraktan. Jenis kontrak ini beragam, diantaranya dapat berupa kontrak pengadaan barang jasa, kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), pengelolaan aset negara atau daerah, atau utang-piutang (loan). Tidak seperti kontrak privat, kontrak publik mengandung karakter yang khas. Beberapa aspek yang penting untuk dipahami diantaranya terkait: sifat, keabsahan, penegakan sanksi kontraktual, dan forum penyelesaian sengketa.

Sifat Kontrak Hibrida (Hybrid Contracts)

Dalam kontrak privat berlaku kebebasan berkontrak yang sangat luas. Para pihak cukup leluasa dalam mengatur hubungan kontraktual mereka. Terdapat kebebasan baik dalam menentukan isi dan bentuk kontrak. Sebaliknya, pada kontrak publik kebebasan para pihak sangat terbatas. Hal ini terjadi karena dalam kontrak publik berlaku hukum publik, di samping hukum privat. Dalam kontrak publik terdapat hubungan hukum (kontraktual) yang merupakan domain hukum privat. Prinsip dan aturan hukum dalam hukum kontrak privat berlaku terhadap kontrak publik.

Pada saat yang bersamaan berlaku juga hukum publik (baca: hukum administrasi). Adanya percampuran antara hukum privat dan hukum publik inilah yang membuat jenis kontrak publik disebut juga kontrak hibrida (hybrid contracts). Daya kerja kedua cabang hukum ini berada pada setiap tahapan kontrak; pembentukan, penutupan dan pelaksanaan kontrak. Sifat hibrida pada kontrak publik ini membawa implikasi hukum baik menyangkut keabsahan, prinsip, dan aturan hukum dalam tahap pelaksanaan, serta penyelesaian sengketa.

Keabsahan

Keabsahan kontrak meliputi 4 syarat yaitu kesepakatan, kecakapan, objek, dan sebab (causa). Kesepakatan merupakan syarat fundamental dalam pembentukan kontrak. Syarat ini sifatnya universal dan berlaku untuk semua jenis kontrak. Demikian pula dalam kontrak publik, kesepakatan merupakan syarat utama. Dalam kontrak privat para pihak mempunyai kebebasan yang luas dalam menuju terciptanya kesepakatan. Tidak ada aturan yang mengatur bagaimana prosedur menuju kesepakatan itu dilakukan. Begitu pun ketika para pihak akan melakukan perubahan (amandemen/addendum). Tidak aturan khusus yang mengatur metode tertentu untuk mencapai kesepakatan.

Baca Juga  Penerapan Pidana Mati untuk Koruptor Bukan Solusi Utama

Sebaliknya dalam kontrak publik, prosedur menuju terciptanya kesepakatan baik dalam pembentukan, perubahan atau penghentian kontrak telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam suatu proyek pengadaan barang/jasa misalnya, atau proyek KPBU, jika dilakukan penunjukkan langsung terhadap penyedia atau mitra, sementara syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tidak dipenuhi, maka kesepakatan yang terbentuk adalah tidak sah. Dengan demikian, keabsahan prosedur merupakan syarat fundamental dalam pembentukan kontrak publik.

Dalam kontrak privat terdapat syarat kecakapan. Dalam kontrak publik syarat ini hendaknya dimaknai syarat kewenangan, dalam hal ini kewenangan pejabat yang mewakili badan publik yang bersangkutan. Kewenangan pejabat baik yang tergolong atribusi, delegasi, ataupun mandat bersumber pada peraturan perundang-undangan. Badan publik tidak akan terikat atas kewajiban yang lahir dari suatu kontrak publik jika pejabat yang menandatangani kontrak tidak mempunyai kewenangan yang sah.

Selanjutnya, syarat yang menentukan keabsahan kontrak publik adalah substansi (isi) kontrak. Peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan kontrak publik pada dasarnya ditujukan untuk melindungi aset atau keuangan negara/daerah. Jika suatu regulasi telah mengatur tentang apa yang seharusnya diatur dalam suatu kontrak publik, maka pejabat yang mewakili terikat untuk tunduk dan mematuhi aturan tersebut. 



Source link

//
Tim Dukungan IPHI 1987 JABAR siap menjawab pertanyaan anda
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?